Kaum Muda dan Kepemimpinan Transformatif
Dalam
perjalanan sejarah bangsa, tak bisa dipungkiri bahwa kaum pemuda
senantiasa mengambil peran-peran historis yang menentukan wajah bangsa
ini ke depan. Beberapa momentum sejarah seperti Kebangkitan Nasional,
Sumpah Pemuda, masa revolusi tahun 1945, dan selanjutnya senantiasa
diwarnai oleh peran heroik pemuda.
Tokoh-tokoh
seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Mohammad Natsir lahir di zamannya
adalah ketika berusia muda di bawah usia 30 tahun. Mereka menjadi
pencetus, penggerak, dan pendobrak zamannya dan mengajak bangsanya untuk
mau berubah dan terbebas dari kungkungan penjajah.
Dalam
periode pasca kemerdekaan, ketika orientasi perjuangan lebih
dititikberatkan pada koreksi atas perilaku rezim yang korup, kaum muda
juga menempatkan posisi mereka sebagai pembawa perubahan. Seorang
Soekarno yang ketika di masa mudanya menjadi sosok yang dikagumi, penuh
kharisma, ternyata di akhir masa kekuasaannya harus menerima kenyataan
pahit disingkirkan dari kekuasaan karena rezimnya dianggap korup.
Seorang Soeharto yang ketika naik ke puncak kekuasaan masih berumur 40
tahun-an, harus mundur dari kursi kekuasaannya karena praktek korupsi
yang dilakukan pemerintahannya.
Soekarno
dan Soeharto hanyalah sebuah potret sejarah bangsa yang dalam proses
peralihan zaman, gagal untuk melakukan proses transformasi kepemimpinan
nasional. Mereka gagal untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasan
perubahan seperti ketika mereka melakukan kritik, koreksi terhadap
kepemimpinan atau rezim yang sebelumnya berkuasa.
Kekuasaan
yang besar, sentralistik, patronistik, dan berlangsung cukup lama telah
menempatkan keduanya dalam arus pemikiran yang konservatif, pro-status
quo, dan anti perubahan. Segala kritik dianggap sebagai ancaman terhadap
kekuasaannya, yang tentu saja mengancam pula akses sumber daya ekonomi.
Kehilangan kekuasaan berarti pula kehilangan sumber daya ekonomi.
Kekuasaan yang besar dan sentralistik telah memposisikan diri mereka
sebagai individu yang tak tersentuh oleh “dosa”. Mereka dianggap
“maksum” dari kesalahan politik. Keinginan individu bisa menjadi
kebijakan kolektif bangsa. Instruksinya dianggap sebagai titah sang
raja. Lingkaran kekuasaan yang patronistis, menempatkan dirinya sebagai
seorang bapak yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya. Kekuasaan yang
berlangsung cukup lama, telah membuat diri mereka semakin permisif
terhadap kealpaan. Konsekuensi logisnya, seperti kata Lord Acton, jelas
bahwa Power Tends to Corrupt, kekuasaan tadi cenderung untuk berlaku
korup.
Seakan
mengulangi sejarah, tampilnya tokoh-tokoh muda dalam panggung politik
nasional pada era tahun 1966, juga tak lepas dari saham mereka dalam
melakukan koreksi dan kritik terhadap rezim yang korup. Ketika kursi
kekuasaan bersahabat dengan mereka, saat itu pula pro-status quo
dilekatkan pada mereka. Kritik dan komentar miring senantiasa
dialamatkan dan menjadi menu keseharian.
Jika
alur sejarah hubungan kaum muda versus kaum tua senantiasa mengalami
pola siklus dan berulang, persoalan transformasi kepemimpinan bangsa
tidak akan pernah selesai. Substansi persoalan tidaklah terletak pada
situasi yang menghadapkan kaum tua versus kaum muda. Titik krusial
persoalan bukanlah pada pola konflik antara pro-status quo versus
properubahan. Namun, justru yang menjadi persoalan adalah ada atau
tidaknya transformasi kepemimpinan.
Jika
beberapa waktu lalu, sempat muncul isu kepemimpinan kaum muda, ini
berarti mendikotomikannya dengan kepemimpinan golongan tua. Tentu banyak
argumen yang membenarkan dikotomi tersebut. Pada kutub ekstrim proponen
kepemimpinan kaum muda, alas argumennya berkisar pada soal
progresifitas, kreativitas, idealitas yang tinggi dan terjaga yang
dimiliki oleh kaum muda. Di samping itu, golongan muda lebih banyak
menawarkan banyak perubahan dan terbebas dari beban masa lalu. Pemikiran
golongan pemuda yang fresh (segar), creative minority (penuh
kreativitas), juga dipandang lebih memungkinkan dirinya untuk menuangkan
gagasan-gagasan secara lebih segar dan kreatif.
Di
pihak lain, pada kutub ekstrim pro-status quo, kaum muda dianggap belum
matang secara emosional dalam mengaktualisasikan dan menawarkan
kebijakan yang lebih kongkrit ke ranah publik. Kaum muda dianggap lebih
banyak berwacana ketimbang memberikan solusi. Kaum muda lebih banyak
meminta ketimbang memberikan kontribusi yang nyata dalam masyarakat.
Jika
pola tadi terus dibangun (konservatisme versus properubahan), sejarah
akan tetap mengalami siklus permanen. Artinya, kondisinya akan terus
berulang, tanpa ada kemajuan. Oleh karenanya, bercermin dari potret
buram model kepemimpinan terdahulu, yang perlu dikedepankan adalah
adanya transformasi kepemimpinan. Pola ini dapat berlangsung jika ada
anasir kepemimpinan transformatif.
Kepemimpinan Transformatif
Dalam
beberapa literatur, kepemimpinan transformatif didefinisikan sebagai
kepemimpinan dimana para pemimpin menggunakan kharisma mereka untuk
melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasinya (Gerald
Greenberg and Robert A Baron, Behavior in Organization, Ohio State
University, 2003). Akan tetapi, kepemimpinan transformatif berbeda
dengan kepemimpinan kharismatik. Soekarno dan Soeharto boleh jadi
memiliki kharisma yang luar biasa sehingga dapat mempengaruhi
pengikut-pengikutnya untuk melakukan segala sesuatu yang mereka
inginkan. Di pihak lain, para pemimpin yang transformatif lebih
mementingkan revitalisasi para pengikut dan organisasinya secara
menyeluruh ketimbang memberikan instruksi-intruksi yang bersifat top
down. Pemimpin yang transformatif lebih memposisikan diri mereka sebagai
mentor yang bersedia menampung aspirasi para bawahannya. Pemimpin yang
transformatif lebih menekankan pada bagaimana merevitalisasi
institusinya, baik dalam level organisasi maupun negara. Secara lebih
detil, para pemimpin yang trasformatif memiliki ciri-ciri berikut.
Pertama,
seperti yang disebutkan di atas, mereka memiliki kharisma, yang dapat
menghadirkan sebuah visi yang kuat dan memiliki kepekaan terhadap misi
kelembagaannya. Ini berarti, setiap gerak dan aktivitasnya senantiasa
disesuaikan dengan visi dan misi organisasinya. Inilah yang dijadikan
sebagai acuan untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan
kebijakan-kebijakannya. Kedua, mereka senantiasa menghadirkan stimulasi
intelektual. Artinya, mereka selalu membantu dan mendorong para
pengikutnya untuk mengenali ragam persoalan dan cara-cara untuk
memecahkannya. Ini berarti, para pengikutnya diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi mengidentifikasi persoalan dan secara bersama-sama
mencari cara penyelesaian yang terbaik. Dalam karakteristik ini,
pemimpin transformatif lebih banyak mendengar ketimbang memberikan
instruksi. Ketiga, pemimpin yang transformatif memiliki perhatian dan
kepedulian terhadap setiap individu pengikutnya. Mereka memberikan
dorongan, perhatian, dukungan kepada pengikutnya untuk melakukan hal
yang terbaik bagi dirinya sendiri dan komunitasnya. Keempat, pemimpin
transformatif senantiasa memberikan motivasi yang memberikan inspirasi
bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan
menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal.
Kelima, mereka berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar
bisa mandiri, tidak selamanya tergantung pada sang pemimpin. Ini
berarti, pemimpin transformatif menyadari pentingnya proses kaderisasi
dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Ini berbeda dengan model
kepemimpinan kharismatik yang memposisikan para pengikutnya tetap lemah
dan tergantung pada dirinya tanpa memikirkan peningkatan kapasitas dari
para pengikutnya. Keenam, para pemimpin transformatif lebih banyak
memberikan contoh ketimbang banyak berbicara. Artinya, Ada sisi
keteladanan yang dihadirkan kepada para pengikutnya dengan lebih banyak
bekerja ketimbang banyak berpidato yang berapi-api tanpa disertai
tindakan yang konkrit.
Dalam
perspektif kepemimpinan transformatif tadi, sekat yang membatasi antara
peran kaum muda dan golongan tua sejatinya justru menjadi jembatan
dalam melakukan proses transformasi kepemimpinan. Persoalan sesungguhnya
bukan terletak pada kutub perbedaan cara pandang antara kaum muda
versus kaum tua, antara pro kemapanan versus pro perubahan. Persoalan
sesungguhnya justru terletak pada bagaimana membangun mekanisme dan
sistem transformasi kepemimpinan. Hal itu hanya bisa berjalan jika ada
visi dan konsistensi yang kuat dalam jiwa seorang pemimpin. Dan, itu
bukan monopoli kaum tua atau kaum muda saja.
Sejarah
tidaklah berhenti pada satu noktah generasi. Sejarah akan terus
menghadirkan tokoh dan pemimpinnya. Sejarah pula yang akan membuktikan
apakah seorang pemimpin akan tercatat dengan tinta emas atau tinta hitam
penuh bercak. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berhasil
melahirkan pemimpin yang melebihi kemampuannya.
Ditulis oleh: Rama Pratama, Ketua Presidium GEMA KEADILAN
Sumber: Harian Seputar Indonesia, Selasa 28 Oktober 2008 hal. 7
Mungkin Yang Kamu Cari:
- Pidato Keutamaan Mencari Ilmu | Mencari Ilmu itu wajib bagi tiap-tiap muslim
- Contoh Pidato Bahasa Sunda Tema Cobaan dan Ujian Allah SWT
- Contoh Pidato Bahasa Inggris Tema Nabi Muhammad Sebagai Suri Tauladan
- Contoh Sambutan Bahasa Sunda Panampian Calon Panganten Pameget
- Contoh Pidato Sunda Pentingna Ngajaga Kabersihan
- Pidato Pembekalan kepsek/guru pd siswa akan Ujian
- Contoh Pidato untuk berkampanye
- Contoh Pidato Bahasa Arab Yang Baik dan Benar
- Contoh Teks Pidato Mensyukuri Nikmat Allah SWT | Pidato tentang Syukur Nikmat
- Contoh Teks Pidato Belajar dan Berdoa untuk Meraih dan Cita-cita
- Contoh Teks Pidato Menghormati dan Menyayangi Orang Tua dan Guru
- Contoh Pidato Perilaku Bersih dan Sehat Bagi Siswa Madrasah | Pidato PHBS
- Kumpulan Kata Mutiara Teks Arab dan terjemah
- Contoh Pidato Perpisahan SMA Terbaik
- Contoh Sambutan Bahasa Sunda Masrahkeun Calon Panganten Pameget
- Conto Panata Acara Bahasa Sunda Serah Terima Akad Nikah Panganten
- Pidato Islam dan Problem Kepemimpinan
- Pidato sambutan Pada Ultah Sang suami
- Cara menentukan Materi Pidato
- Pidato Penyemangat kepada bawahan agar kerja keras
- Teks Khutbah Nikah Bahasa Arab || referensi
- Prakata Sambutan Pidato Suami pada Ultah Isteri
- Contoh Pidato Pesan Kesan Akhir Tahun
- Contoh Sambutan Kepala Direksi dalam breifing karyawan
- Pesan Kepsek, Guru, Wali Kelas, hari libur pd Siswa
- Kumpulan Dalil Maulid Nabi untuk materi Pidato Ceramah
- Pidato Hari Guru 25 November Terima Kasih Guru
- Pidato Pada Acara Pringatan Hari Pahlawan
- Trik Pidato Agar Audiens Tercengang/Terbius
- Pidato Hari Pahlawan 10 November 2019 Seruan NKRI UPDATE!!
- Contoh Pidato Kunci Sukses Meraih Keberhasilan Dunia dan Akherat
- Contoh Pidato Amanat Pembina Upacara
- Pidato Menjaga Kebersihan di Sekolah
- Contoh Pidato Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
- Pidato Menyongsong Hari Sumpah Pemuda
- Pidato Hari Santri Nasional || Sejarah 22 Oktober
- Susunan Kalimat Penghormatan saat berpidato
- Kaum Muda dan Kepemimpinan Transformatif
Post a Comment for "Kaum Muda dan Kepemimpinan Transformatif"